Jumat, 29 Juli 2011

Fiksi Mini: kisah mereka dan cinta

. . . . .

Di negeri ini, mungkin eksistensi para tukang bakso tidak sepenting mereka, yang duduk-duduk berjas rapi berkendara Toyota Crown sekadar menuju kantor di senayan.
Sedangkan mereka? Berpakaian lusuh dan bersandal jepit. Kantornya hanyalah sebuah gerobak yang didorong, lantas  dipukul-pukul mangkok meneriakkan bukti bahwa mereka ada.
Mudah-mudahan rezeki mereka halal.


Sebenarnya, impianku sederhana.
Aku hanya ingin menikmati kopi buatanmu tiap pagi. Lantas kita mengobrol banyak hal di beranda. Tentang rumah kita, anak-anak kita, atau masa muda kita yang sarat akan kenangan lama.



Sialnya acara siklus lima tahunan itu kembali diselenggarakan.
Kembali mataku dibuat sakit oleh poster-poster dan baliho-baliho konyol berisi bualan sampah semata.
Ah, lebih baik aku tidur lagi.


Bukti cinta tak harus berupa cincin berlian bersertifikat dari afrika selatan atau rumah mewah dua tingkat dengan dua kamar mandi di masing-masing lantai.
Bukti cinta ternyata bisa berupa hal sederhana, secangkir teh hangat di pagi hari misalnya, yang manis, semanis senyummu saat menghidangkannya.


“Sewaktu kecil, Ayah bermain dan berburu serangga di sana lho!” Sahutku sambil menunjuk jejeran rumah kontrakan yang semrawut tak beraturan.
Si kecil hanya manggut-manggut.


Si pemuda hanya perlu waktu sekejap untuk jatuh cinta, pada wanita yang sedang duduk membolak-balik majalah di sudut kafe yang sama.
Tidak lama, datang seorang pria menghampiri wanita itu dan menghancurkan mimpi si pemuda.

4 komentar:

  1. ih wow, pas awal sampai menjelang ending aku dibikin senyam-senyum membacanya, tapi endingnya bikin aku langsung manyun.
    Singkat tapi keren banget Mam. Aku nggak nyangka ternyata bahasa penulisanmu udah hebat banget. Berbakat!

    BalasHapus
  2. eh, tiap paragraf ini fiksi mini yang berbeda lho!!

    BalasHapus