Senin, 13 Juni 2011

Kembang Azalea

Aku cantik.
Bukannya sombong, tapi itulah yang biasa orang-orang katakan padaku, aku pun tidak menyangsikan pendapat mereka. Kulitku mulus dan putih bersih, tidak ada sedikit pun cela seperti jerawat atau semacamnya. Rambut panjangku hitam, lurus, dan bersinar. Badanku proporsional, sungguh sempurna. Namun sayang, aku kurang suka dengan nikmat yang dikaruniakan padaku ini.

Aku Azalea Putri, hanya menginginkan masa-masa sekolah yang biasa. Tapi, karena kecantikanku, banyak laki-laki yang mendatangiku. Mereka datang dengan muka manis dan bujuk rayu gombal yang memuakan. Sungguh aku tidak suka. Bukan hanya karena terganggu, melainkan aku  menjadi tidak mempunyai banyak teman.  Anak-anak perempuan di kelas banyak yang tidak sudi berteman denganku karena pacar atau orang yang disukainya malah lebih tertarik padaku. Menyebalkan, bukan mauku juga bernasib seperti ini bukan?. Benar-benar masa SMA yang menyedihkan. Aku jadi sangsi terhadap pencetus teori ‘sok tahu’, masa SMA adalah masa yang terindah.
Saat yang paling menyedihkan adalah saat Melati, sahabat terbaikku sejak SMP menjauh dariku. Alasannya sepele memang, karena pacarnya, Razi ternyata tertarik dan pernah menyatakan cinta padaku. Dia mendatangiku tiba-tiba saat aku sedang membeli minuman di kantin, sendirian.
“Aku mencintaimu Lea, sungguh . ”
“Benarkah? dengan apa kau mencintaiku?”
“Tentu dengan hatiku”
“Apa? Hati? Jangan bercanda! Bila kau masih punya hati, bagaimana mungkin kau bisa melupakan orang yang sangat mencintaimu? Jangan lupa bagaimana Melati menyayangimu sampai dia rela melakukan apa saja untukmu Raz. Bila kau masih punya hati, pergunakan hatimu dengan baik untuk orang yang mencintaimu sepenuh hatinya. Satu hal lagi, Melati itu sahabatku, jangan kau kecewakan dia!”
“Tentu saja aku mencintai Melati, tapi tidak sedalam aku mencintaimu.”
“Bah, dasar buaya!”
Seketika aku langsung meninggalkan Razi.
Namun, tak jauh aku melangkah, aku melihat Melati dibalik tembok, menangis. Raut wajahnya memerah. Bibirnya berdarah, tergigit olehnya sendiri. Memandangnya dalam keadaan seperti itu, aku sadar, dia telah melihat kejadian barusan. Bagi Melati, Razi adalah segalanya.
Seperti yang sudah diketahui, tak lama setelah itu Melati menjauh. Bukan hanya menjauhiku, tetapi juga semua orang di dunia ini.  Dia gantung diri. Tak sanggup menerima kenyataan bahwa pria yang dikasihinya mencintai sahabatnya. Menurut hasil keterangan tim medis, saat meninggal Melati tengah mengandung dua bulan.
Selain Razi, laki-laki brengsek yang pernah mendekatiku adalah Nikol. Sebenarnya Nikol cukup tampan. Dia adalah pria pujaan seluruh siswi di sekolah. Tidak heran, dia  merupakan atlet berbakat yang sering mengharumkan nama sekolah lewat berbagai cabang olahraga. Sepak bola, basket, renang, dan lain-lain.  Selain prestasinya di bidang olahraga, dia juga seorang ketua osis yang sangat berkharisma dan pandai berdiplomasi.
Namun sayang, dibalik segala macam kelebihannya yang luar biasa, dia menyimpan borok yang teramat busuk. Dia adalah playboy yang suka mempermainkan wanita!. Dengan bakatnya berdiplomasi dan harta kekayaan orang tuanya yang berlimpah, tak heran jika banyak wanita yang jatuh ke pelukannya. Sudah tak terhitung berapa teman wanita yang sudah dia campakkan. Bukan maksudku untuk bergosip, tapi menurut kabar yang beredar, bahkan dia suka main ke tempat-tempat prostitusi terkenal di pulau ini, menjijikan. Naas, aku berpapasan dengannya saat mau pulang sekolah. Sepertinya dia sengaja menungguku.
“Mau kemana Lea sayang? Sejak tadi saat kau duduk di sebelahku, kau terlihat murung?” Oi, jangan berpikiran buruk dulu denganku. Jika aku bukan sekretaris OSIS, mana sudi aku duduk di sebelahnya?. Lagi pula tadi ada rapat OSIS yang cukup penting. Di penghujung semester 2 ini, kami harus menyiapkan segala keperluan untuk MOS, Masa Orientasi Siswa.
“Aku mau pulang, tolong jangan ganggu aku.”
“Tunggu sebentar sayang, aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu.” Tangannya sibuk mengaduk-aduk isi tas. Sekejap kemudian, dia mengeluarkan sesuatu,  sebuah kotak berisi sepasang anting cantik berhiaskan batu-batu permata. Entah apa nama batu permata tersebut, yang pasti terlihat indah.
"Aku mencintaimu." Dia menyodorkan anting itu padaku.
"Maaf bung, cinta itu bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan anting murahanmu itu.”
“Hei, harga anting ini jauh lebih mahal dari biaya sekolahmu setahun!” Sadar juga dia bahwa pendidikan itu tidak murah.
 “Cinta itu perlu bukti yang hakiki bung, jangan kira aku sama seperti wanita lain yang bisa kau perdaya, yang dengan mudahnya kau tinggalkan setelah puas memanfaatkan kelengahannya!. Tak sudi aku menerima cinta yang masih berupa opini, hal itu tidak lebih seperti omongan sampah para pejabat yang menghabiskan uang rakyat!"
Serta-merta aku meninggalkannya tanpa menoleh. Aku tahu ia marah, sebab bapaknya adalah salah satu pejabat pemerintah. Entah termasuk dalam kategori yang kusebut barusan atau tidak, aku tak peduli. Esoknya, aku menemukan kotak anting itu di tempat sampah.
Ya, bagiku laki-laki memang brengsek, memperlakukan wanita seenaknya saja. Tidak hanya Razi dan Nikol, tetapi semua!. Entah mereka yang berpredikat ‘teman’ sekolah, atau mereka yang di jalanan, bahkan mereka yang duduk di institusi-institusi penting sehingga congkaknya setinggi langit. Tengok saja Pak Bakrie, guru pelajaran sosial di sekolahku, dia gemar merayu hingga mencolek siswi-siswi di sekolah. Kau tahu apa yang dia katakan setelah diprotes? Cuma bercanda, tak perlu dibesar-besarkan. Cuma bercanda katanya!?. Sungguh membuat hati panas bagi siapa pun yang masih berpikir waras. Bayangkan, padahal dia seorang guru, pelajaran sosial pula, tapi tidak bisa mengajarkan perilaku sosial yang baik. Malah bercanda dengan hal-hal yang bisa dikatakan melanggar asusila. Tidak heran bila generasi muda sekarang demikian bobroknya.
Meski demikian, entah kenapa Ibu tidak suka dengan pikiranku mengenai laki-laki. Padahal, dia mengalami nasib yang sangat tidak mengenakkan dengan makhluk itu. Laki-laki yang dia cintai, orang yang seharusnya kupanggil Ayah, meninggalkannya tanpa memberi kabar beberapa tahun silam.
Saat aku mengungkapkan kekesalanku terhadap laki-laki, Ibu hanya mengusap kepalaku lembut dan menghiburku.
“Tidak semua laki-laki sejahat yang kau pikirkan sayang, hanya saja kau belum mengerti. Semoga kau bisa bertemu laki-laki yang bisa meluruskan pemahamanmu, yang bisa membimbingmu dalam kebahagiaan.”
Ah, Ibu terlalu berlebihan, aku tak perlu laki-laki. Ibu saja sudah cukup membuatku bahagia. Bukankah Ibu sudah dibuat menderita oleh laki-laki?. Maaf saja, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
“Lebih baik sekarang kau tidur sayang, hari sudah malam. Bukankah besok kau sekolah?”
Aku menurut. Lagi pula besok adalah hari pertama tahun terakhirku di SMA, tak mungkin aku memberi image buruk dengan datang terlambat bukan?
Keesokan harinya, kelasku kedatangan siswa baru, Riki. Sekilas laki-laki itu tampak biasa saja, tidak terlihat istimewa. Setelah memperkenalkan diri, Bu Lela menyuruhnya duduk dimana saja yang dia suka. Aku memandang sekeliling. Barisan bangku paling belakang kelas ini kosong, tidak ada yang mengisi. Sedangkan di antara para siswa, hanya aku yang duduk sendirian. Huh, pasti dia akan mendatangi dan duduk di sebelahku. Dasar laki-laki!.
Di luar dugaan, dia memilih duduk di bangku barisan belakang. Aneh, baru kali ini ada laki-laki yang tidak tertarik padaku.
Bel istirahat, aku menemuinya.
“Hei anak baru, kenapa kau duduk di belakang? Padahal omongan dan tulisan guru di papan tulis menjadi serba samar jika disimak dari sini.” Tanyaku, frontal.
“Tidak sopan, namaku Riki, bukankah tadi aku sudah memperkenalkan di depan kelas? Memang kenapa jika aku ingin duduk di sini? Apa kau mau menggodaku dengan tampang cantikmu itu? Ups, sorry yaa . . . hahaha.”
Seketika mukaku memerah. Beberapa siswi yang kebetulan ada di sekitar kami tampak menahan tawa. Dia sendiri langsung beralih ke novel fiksi beratnya, sepertinya tidak tertarik pada keberadaanku. Kurang ajar, beraninya dia mempermalukanku seperti ini?
Saat aku memutuskan untuk tidak mau berurusan dengan laki-kaki ini, sepertinya semesta tidak rela. Aku mendapat tugas berpasangan dengannya dalam sebuah tugas praktek. Bisa ditebak, seketika, dia dimusuhi oleh seluruh murid laki-laki di kelas. Namun, sepertinya dia cuek saja. Begitu pun saat aku memandang sinis dan acuh tak acuh padanya, dia tetap santai mengerjakan tugas praktek sesuai dengan porsinya. Orang ini normal gak sih?
Tak lama, dia mulai menarik perhatian seisi kelas. Dia memang ceria dan periang. Kepribadiannya yang nyentrik membuat hidupnya seakan tanpa beban. Tak heran bila dia mendapat banyak teman. Jika melihatnya, terkadang aku iri. Tapi, semua orang pasti punya kekurangan kan?. Ya, dia sering melamun melihat keluar jendela di sela-sela pelajaran. Namun entah mengapa, bila melihatnya melamun, jantungku berdetak lebih cepat.

. . . . . . .

Sudah hampir sepuluh tahun sejak pertemuanku dengan Riki. Benar kata Ibu, tidak semua laki-laki sama seperti pikiranku pada awalnya. Berkat Riki, aku mulai membuka diri (lebih tepatnya terpaksa karena ulahnya) dan mempunyai banyak teman. Selama ini, teman-teman perempuanku ternyata enggan mendekatiku karena akulah yang terlalu terlalu menutup diri. Rasa tinggi hati karena terlalu dipuja banyak laki-laki membuat hatiku beku. Syukurlah, dia datang dan menghangatkan hatiku.
Selain dengan teman perempuan, aku juga menjadi dekat dengan teman laki-laki. Rata-rata, Riki lah yang mengakrabkan diriku dengan mereka. Mereka tidak seperti Razi atau Nikol, mereka baik. Seperti pada umumnya, mereka pun punya rasa ketertarikan pada perempuan, hal yang pada awalnya menjijkan bagiku, menjadi terasa wajar. Laki-laki memang sudah kodratnya tertarik pada perempuan, begitu juga sebaliknya. Rasa itu tumbuh tidak harus karena keindahan fisik semata. Sepertinya, rasa ini pun mulai tumbuh di hatiku.
Namun sayang, tampaknya semesta tak mengizinkanku untuk terus bersamanya. Dia tewas saat menyelamatkan seorang anak yang menyeberang jalan sendirian. Untungnya anak itu hanya lecet ringan. Anak itu, yang saat ini tertidur di pangkuanku.

6 komentar:

  1. Awalnya rada biasa... endingnya mengesankan! :)

    BalasHapus
  2. waaa... gak sempet coment di FB coment disini ajah ya. ^^
    bagus mam, semangat menulis terus yaaak :D

    BalasHapus
  3. Tamaaam yang meninggal kaena nyelamatin anak kecil itu si Riki? cepet banget masa matinya?

    BalasHapus
  4. yaah, nasib orang siapa tahu.
    pasrahkan saja pada yang Kuasa

    BalasHapus