Sabtu, 16 Juni 2012

Hajir Marawis, Paduan Harmoni Seni dan Religi


Orang Betawi, sebagai penduduk asli Jakarta bisa dibilang tidak mempunyai adat istiadat maupun kesenian asli yang merupakan ciri khas suku tersebut. Menurut sejarah, dahulu Batavia (nama awal Jakarta) sangat terkenal sebagai kota pelabuhan yang memiliki letak paling strategis sehingga mengundang orang-orang, tidak hanya dari berbagai suku di nusantara tetapi juga hingga mancanegara, untuk datang ke Sunda Kelapa. Meski pada awalnya orang-orang itu hidup berkelompok-kelompok, lama-kelamaan mereka menyatu dan menyebut diri mereka sebagai orang Betawi yang diambil dari nama Batavia, nama yang digunakan oleh Jean Pieterszoon Coen saat berhasil menundukkan Jayakarta pada 1619. Orang-orang Betawi berbicara menggunakan bahasa mereka sendiri dan memiliki seni-budaya tersendiri yang merupakan gabungan dari berbagai seni-budaya suku-suku yang imigrasi ke Batavia. Salah satu seni-budaya yang cukup terkenal di kalangan orang Betawi adalah Hajir Marawis.


Hajir Marawis merupakan seni musik yang menggunakan perkusi sebagai alat-alat musik utamanya. Kesenian ini dibawa oleh pedagang-pedagang dari Yaman sejak 400 tahun yang lalu. Pada awalnya, alat musik dalam kesenian ini hanya menggunakan hajir (sebuah gendang besar yang sisi depan dan belakangnya sama), dan beberapa buah marawis (gendang kecil yang dimainkan bersahutan oleh beberapa pemainnya). Namun, kesenian ini mengalami penyesuaian oleh orang-orang Betawi yang pada umumnya menyukai keramaian dengan menambah dumbuq (gendang yang berlekuk, bagian bawahnya dibiarkan terbuka) dan marqis (gabungan kecrekan dan symbal).

Lagu yang biasa dibawakan oleh kesenian Hajir Marawis adalah shalawat-shalawat kepada Nabi Muhammad dan Nasyid (lagu-lagu bernafaskan Islam) mengingat orang-orang Betawi beragama Islam dan sangat tunduk terhadap ajaran agamanya. Lagu-lagu tersebut biasa dibawakan pada saat perayaan hari besar Islam atau hari-hari istimewa bagi seseorang (resepsi pernikahan, sunatan, atau selamatan pergi haji).

Saat ini, kesenian Hajir Marawis sudah kian menghilang dari hiruk pikuk suasana ibukota lantaran kalah dilindas tren musik yang dianggap lebih gaul dan modern. Hal tersebut didukung dengan menipisnya kesadaran beragama di hati masyarakat saat ini. Amat ironis memang, tapi itulah fakta yang terjadi saat ini. Sebagai orang-orang yang memiliki kesadaran berbudaya, sudah sepantasnya bila kita berusaha membantu pelestarian kesenian ini karena Hajir Marawis bukan hanya sekedar pentas musik biasa. Tetapi juga memiliki nilai plus, sebagai warisan budaya salah satu sarana dakwah agama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar