Jumat, 03 Juni 2011

Kangen Wiro Sableng oi . . .

Assalamualaikum.
Pertama-tama kita panjatkan pujian pada Tuhan yang maha kuasa. Pada kesempatan kali ini ijinkan saya . . . (ini mau bikin tulisan apa kultum??) intinya, kali ini saya ingin sedikit membahas mengenai acara-acara yang ditayangkan pada berbagai stasiun TV di negeri ini.

Hanya saja, untuk saat ini mari kita lupakan sejenak tayangan yang cenderung mengeksploitasi habis-habisan tangisan gadis polos baik hati yang hidupnya selalu sengsara dan nestapa. Bahkan seringkali diuji oleh berbagai macam marabahaya yang diakibatkan tokoh antagonis yang murni jahat dan senantiasa menghambakan diri pada kegelapan (Pasti pada tau kan ini tayangan apa? Lho kok gak tau? o
ke deh, tayangan semacam ini dikenal dengan nama sinetron). Pokoknya saat ini buang jauh-jauh dari benak anda mengenai sinetron. Jika pada saat anda membaca tulisan ini ada TV dalam kondisi menyala, langsung matikan!!!!. Di omeli emak tercinta? yakinkanlah bahwa ini yang terbaik demi masa depan bangsa . . .

Tulisan kali ini terinspirasi setelah saya melihat sekilas (benar-benar sekilas! suwer dah!) sinema laga Wali Songo di salah satu stasiun TV swasta. Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya yang senantiasa berusaha memperdalam kesadaran berbudaya dengan mencintai sejarah negeri ini (cailah! :p) pada awalnya, saya cukup tertarik untuk menyaksikan.
Dengan di dukung artis-artis tampan dan cantik serta kecanggihan teknologi masa kini dalam dunia perfilman membuat saya . . . . JIJIK hanya dengan kurang dari 5 menit!!!.

Hmmm, bukan maksud saya merendahkan karya sineas masa kini, tetapi jika kita bandingkan dengan sinema laga tahun 90an. Karya tersebut benar-benar terasa seperti karya kacangan (maaf, jika tidak mau disebut sampah).
Untuk itu, saya mencoba membuat perbandingan antara sinema laga masa lalu dan sinema laga masa kini.

Sinema laga masa lalu:
- Hampir seluruh pemeran dalam filmnya benar-benar memiliki ilmu beladiri, baik laki-laki mau pun perempuan. Karena itu, meskipun tanpa spesial efek yang canggih pun, filmnya benar-benar memiliki TASTE!
(pada masa itu, spesial efek paling canggih hanyalah tali untuk membuat pemainnya seakan-akan dapat melompat jauh di udara, (inget kan?)

-Selain ilmu beladiri, setiap pemerannya pun memiliki bakat akting alami yang luar biasa. Tidak aneh jika sinema laga pada masa lalu benar-benar terkenal dan sangat digemari banyak kalangan seperti Wiro Sableng, Si Buta dari Gua Hantu, dan Tutur Tinular.

-Setting tempat dan properti yang digunakan pun sangat cocok dengan keadaan cerita dalam film. Contoh: pakaian putih yang dikenakan Wiro Sableng benar-benar tampak kusam seiring perjalanannya membasmi kejahatan.

Sinema laga masa kini:
-Pemeran dalam fimnya belum tentu memiliki ilmu beladiri (atau tidak menguasainya sama sekali?) dan terlalu banyak menggunakan spesial efek CG (computer graphic) murahan seperti yang baru saja saya lihat dalam film Wali Songo masa kini, pemerannya hanya mengayun-ayunkan tangannya saja (persis orang lagi joged) lalu keluar sinar-sinar aneh. Atau yang lebih aneh pada sinema-sinema laga di Ind*si*r, dimana pada saat klimaks, tokoh protagonis dan antagonisnya berubah wujud menjadi makhluk CG gak jelas (biasanya berbentuk elang, naga, atau gagak) lalu bertempur di udara.
( -,-')

-Aktingnya pas-pasan dan sering kali di dubbing (halaah . . . ). Satu lagi, jangan tanya apakah sinema-sinema tersebut terkenal atau tidak, meskipun sering muncul di TV, apakah ada yang tahu judul-judul film tersebut?.

-Setting tempat dan propertinya sangat payah!!!. Bayangkan, rumah besar dengan halaman luas dimana banyak berjejer mobil mewah. Pada saat karakternya bertemu, mereka pun saling menyapa . . "kisanak". (ampuun dah!).


Tulisan ini hanyalah sekadar uneg-uneg saya mengenai dunia perfilman negeri ini. Saya hanyalah orang awam yang tidak begitu mengerti mengenai masalah perfilman. Hanya saja saya berharap, kualitas film di negara ini bisa lebih ditingkatkan sehingga bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Hidup Film Indonesia!!!!

2 komentar:

  1. Cieee buat referensi tulisan ini nonton drama kolosal...puas lo liat manbusia setengah naga yang buntutnya goyang-goyang di tengah-tengah modernisasi? hahahaha.

    BalasHapus
  2. enggak perlu sampe puas kok.
    ehh, baru nonton dikit aja udah mau muntah.
    *tapi tetap harus berjuang demi referensi sebuah tulisan! Merdeka!

    BalasHapus