Kamis, 17 Januari 2013

Berbagi Mimpi, Berbagi Cerita.


Selamat gini hari teman-teman yang budiman! Eh, kenapa gini hari? Karena tidak ada jaminan kapan tulisan saya akan dibaca kan? Kalo saya bilang selamat malam, nanti yang baca waktu siang jadi bingung, hehehe. Berhubung saya sudah lama sekali tidak menulis dan dikhawatirkan kemampuan menulis saya memudar, maka izinkanlah saya untuk berbagi cerita dengan teman-teman sekalian. Sudah siap? Lets cekidot!


Pada kesempatan kali ini saya ingin menceritakan hal yang sudah menjadi impian saya sejak lama. Saya memimpikan akan tiba masanya di mana orang Indonesia tidak ada yang buta sejarah. Sangat keren sekali saat saya membayangkan di mana banyak anak-anak yang menceritakan cita-citanya karena terinspirasi oleh tokoh-tokoh sejarah.

“Aku ingin jadi panglima perang yang hebat seperti Jendral Soedirman! Tetap ikut berperang memimpin pasukan padahal lagi sakit radang paru-paru.”

“Kalo aku ingin jadi diplomat yang pinter berbagai bahasa kayak Agus Salim!”

“Aku sih pinginnya jadi wanita yang tangguh kayak Panglima Keumalahayati!”

Dahsyat, bro.

Bagaimana pun Indonesia adalah negara yang dibangun di atas sejarah perjuangan panjang para pahlawan. Tak pantas rasanya jika kita melupakan jasa-jasanya begitu saja. Tanpa perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah, tak mungkin kita bisa ada di sini, bersenang-senang menikmati kemerdekaan, setuju?

Namun, sebuah mimpi tak akan pernah terwujud jika tak ada usaha untuk mewujudkannya. Jika tidak salah, dalam kitab suci terdapat ayat yang menyebutkan bahwa Tuhan tak akan mengubah keadaan suatu kaum jika tidak ada usaha dari kaum tersebut untuk mengubahnya. Saya rasa ayat tersebut cukup universal untuk diterapkan dalam kehidupan. Contohnya, jika kita ingin uang yang banyak, tak mungkin bisa mendapatkannya jika hanya melamun sepanjang hari, bukan? Tentu kita harus bekerja agar bisa mendapatkan uang.

Mewujudkan mimpi ini tentu bukan hal yang mudah. Terutama jika mengingat sebuah opini yang banyak beredar bahwa minat baca orang Indonesia itu rendah. Opini ini jelas bukan tanpa dasar, apalagi mengingat banyak sekali teman dan kerabat yang saya kenal seringkali berkata,

“Aduh, gue males baca, Mam.”

(Semoga masih ada yang mau berteman dengan saya setelah membaca tulisan ini, hehehe.)

Minat baca bukanlah sesuatu yang mudah untuk dibiasakan dalam kehidupan. Butuh kemauan dan niat yang kuat agar dapat membiasakannya. Belum lagi orang-orang yang tidak biasa membaca cenderung mudah mengantuk dan sering dirundung rasa malas, apalagi jika bukunya tebal-tebal. Iya apa enggak?

Meskipun sulit, membudayakan minat baca pada orang Indonesia bukanlah hal yang mustahil, lho! Terutama jika dibiasakan sejak kecil. Ya, para kutu buku yang seringkali terlihat di perpustakaan maupun toko buku biasanya adalah orang-orang yang dibiasakan membaca sejak kecil. Semakin tinggi minat baca suatu bangsa, semakin menentukan kesuksesan bangsa tersebut. Tidak percaya? Coba lihat saja Jepang. Minat baca penduduknya yang tinggi membawa negara tersebut dalam kesuksesan yang gilang-gemilang dari berbagai bidang. Mulai dari ekonomi, teknologi, hingga kesadaran dan kebanggaan akan sejarah dan budayanya.

Menumbuhkan minat baca sejak kecil dapat dilakukan lewat berbagai cara. Dimulai dari membaca komik, misalnya. Buku komik yang kaya akan gambar dan ilustrasi yang menarik kemungkinan besar dapat merangsang minat baca anak. Sayangnya komik yang beredar di Indonesia sebagian besar adalah komik-komik impor dimana banyak yang tidak aman dikonsumsi untuk anak-anak karena memuat konten gambar bernuansa sensual, sadis, bahkan pemahaman yang tidak sesuai dengan norma agama. Menurut saya, komik-komik tersebut lebih baik dikonsumsi oleh usia remaja dan dewasa yang sudah berpikiran terbuka. Meski tidak semuanya berbahaya, ada juga kok komik impor yang cukup aman dikonsumsi anak-anak. Doraemon, misalnya. Namun jumlahnya sedikit sekali.
           

Keadaan ini diperparah dengan penempatan komik impor yang tidak tersusun baik. Banyak komik impor yang sudah jelas berlabel remaja atau dewasa ditaruh di rak yang tidak berbeda dengan komik semua umur dan mudah dijangkau anak-anak. Bukan hal yang aneh saat ini jika anda melihat anak-anak yang membaca komik berkonten tidak baik di toko buku. Jika ini terus berlanjut, bukan hanya impian untuk menjadikan generasi muda yang melek sejarah sulit tercapai, justru bangsa ini akan mengalami keterpurukan mental akibat belum terbentuknya pribadi bangsa dengan sempurna, namun harus berhadapan dengan budaya asing yang cenderung terlalu bebas jika dibandingkan dengan negeri ini.
           
Sebagai generasi muda saat ini, apa yang harus kita lakukan? Boikot? Menurut saya itu bukan solusi yang baik. Bagaimana jika membuat karya tandingan berupa komik-komik berbobot namun sederhana dan kaya akan hikmah kehidupan dan wawasan sosial budaya?  Keren sekali kedengarannya. Dalam sebuah talkshow, salah seorang komikus asal Malang favorit saya pernah berkata seperti ini,
           
“Kita bertanggung jawab atas setiap karya yang kita hasilkan. Karena itu, berkaryalah yang baik!”
           
Ya, sebuah karya, baik berupa film, novel, maupun komik dapat mempengaruhi alam bawah sadar penikmatnya. Baik atau buruk sebuah generasi dapat dilihat dari tema karya yang paling menjadi favorit untuk dikonsumsi penduduknya. Tentunya, untuk membentuk generasi muda yang baik dan memiliki minat baca tinggi perlu didukung oleh komik yang biasa mereka konsumsi sedari kecil. Oleh karena itu, saya sangat ingin agar dapat membuat membuat komik yang bernilai positif. Komik yang mengandung nasihat dan hikmah kebaikan dalam hidup ini.

            Alhamdulillah, sepertinya Tuhan mendengar doa saya. Di kota yang masih sarat akan nilai-nilai budaya ini, saya seperti mendapat anugerah berupa teman-teman yang aktif dalam dunia perkomikan dan berbagai kesempatan untuk tetap eksis dalam berkarya. Tentunya hal ini semakin membuat saya merasa bahwa impian yang selama ini hanya dalam angan-angan bukan mustahil untuk segera menjadi nyata. Jika komik-komik yang sarat akan nilai-nilai sejarah, sosial, budaya dan agama karya kami bisa sampai dan dibaca oleh anak-anak Indonesia, maka minat baca penduduk negara ini di masa depan tentu akan meningkat dan Indonesia dapat menjadi negara yang maju menyusul Jepang.
           
Mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa saya memilih untuk menceritakan mimpi ini pada teman-teman? Jawabannya tidak lain adalah karena saya ingin ada yang mengingatkan dan memperkuat niat saya jika saya mulai limbung di tengah jalan. Saat ini, tidak sulit bagi seseorang untuk kehilangan idealisme karena gencarnya perang pemikiran yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menghapus nilai moral yang baik di negeri ini, apalagi jika orang tersebut sendirian.
           
Terlebih saat seseorang yang sudah saya anggap sebagai kakak menasihati untuk selalu memperbaharui niat. Sebuah niat yang baik, jika tidak sering-sering diperbaharui bisa menjadi luntur keasliannya dan berkurang nilai kebaikannya. Untuk itu perlu sering diperbaharui dengan banyak menanyakan pada diri sendiri untuk apa kita berkarya. Dan alangkah baiknya jika kita memiliki teman-teman yang baik untuk saling memperkuat niat itu bukan?
           
Ini mimpiku, apa mimpimu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar